Serpihan di Atas Langit


Temaram cahaya bintang selepas senja, mengiringi dedaunan yang kian menjadi arang. Tak setetespun air turun dari langit melepas dahagaku, menyembuhkan sesakku dan mendinginkan hatiku yang kian lama kian terbakar oleh nyala kegelisahan. Gelisah yang tak tau dari mana datangnya seakan menghantui aku, aku yang tak pernah mengerti makna di balik semua tragedi yang menimpaku. Kesedihan yang tiada berujung, dan penantian yang tak pernah usai. Tuhanku kalau saja aku dapat mengatakan kata seandainya aku..seandainya dulu..jika kemarin aku..kalau aku begini..kalau aku begitu atau kata-kata penyesalan lainnya, mungkin aku sudah mengeluh setiap kali badai yang tak jua berlalu itu menerkam kehidupanku. Kalaulah kata-kata itu boleh aku ucapkan, maka aku adalah orang yang melawan takdirMu.
Sepi selalu hadir dalm hidupku, aku yang tak pernah tau arah hidupku. Bahkan aku yang tak bisa membuka mulutku untuk berbicara kecuali jika terpaksa aku harus mengatakan sesuatu, karena trauma itu masih melekat dalam diriku, ketika aku masih dapat mempercayai sebuah bintang di langit kelam dan menceritakan semua rahasia hidupku kepadanya. Kemudian entah karena sebab apa bintang itu menjauh dan bintang itupun berteman dengan andromeda di atas lapisan langit yang tak dapat aku tembus dan tak dapat pula aku melihatnya, bintang itu membuka semua rahasiaku dan meninggalkan aku pergi bersama andromeda yang tak lama kemudian menjatuhkan bintang itu ke dasar tanah. Bintang itupun tersadar bahwa tak akan ada lagi yang dapat mencintainya seperti aku, walau kata maaf itu telah terucap dan mulutku berkata bahwa aku memaafkannya. Tapi bekas luka di dalam hati ini tetap abadi selamanya, juga trauma yang tak akan pernah ada obatnya ini. Aku akan tetap merasa ketakutan di saat aku harus berhadapan dengan orang-orang asing dalam kehidupanku.
Sekalipun malam telah menjadi siang dan matahari selalu menyinari dan menghangatkanku dari salju yang selalu menyelimuti jiwaku, aku akan tetap seperti ini. Karena aku menginginkan rembulan yang tak dapat aku menggenggamnya, ku inginkan dia yang telah mati ditelan fajar. Mengapa tak seharipun berlalu tanpa aku mengingat impian itu. Ada berjuta impian dalam kehidupanku baik itu yang telah atau belum terlunasi olehku, tapi ada satu impian yang taki akan pernah bisa terwujud jika aku tetap bersama matahari yang setiap saat mengintaiku. Rembulan malam dalam cahaya lilin yang redup tertiup semilir angin di malam hari, yang tahu impian apa yang tak akan bisa aku raih jika aku tetap bersama matahari. Padahal impian itu rasanya tidak terlalu sulit untuk aku wujudkan.
...to be continue...

Komentar

  1. keren jani, rizka tunggu lanjutannya yaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. lanjutannya segera menyusul nih, tunggu yaa bersama cerpen yg pernah aku janjiin dulu "1000 bintang untuk Someone" hehhe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Drama Monolog Satu Babak "Cinta Kristal"

Pengertian Sastra